Rabu, 13 Maret 2013

Sejuta Harapan di Negeri Konflik



Sebelum bangsa Arab muncul di permukaan dan dikenal oleh dunia, bangsa Romawi yang mewakili peradaban di Barat dan bangsa Persia di timur sudah lebih dulu ada. Kedua bangsa besar ini telah menjadi kiblat bagi bangsa-bangsa kecil lainnya dan menjadi pelopor kemajuan suatu bangsa yang menjadi bawahannya seakan menjadi bangsa adidaya di masa itu.

Namun, ketidak-adilan yang merajalela, kezaliman para pemimpinnya, kesewenang-wenangan para penegak hukum, keserakahan para pejabat, kekejaman, kebengisan dan kebobrokan moral bangsa besar inilah yang menjadikannya hancur. Disusul dengan datangnya bangsa Arab yang maju ke pentas peradaban untuk memperkenalkan kepada dunia arti keadilan dan perdamaian yang hakiki dibawah panji Islam rahmatan lil a’lamiin.

Bangsa Arab merupakan salah satu bangsa yang pernah memimpin dunia. Islam yang merupakan kunci utama kemajuan peradaban bangsa ini, menjadi unsur pokok dalam menebarkan ajaran perdamaian di dunia. Oleh karena itu, tak heran jika selama kurun 7 abad lamanya bangsa ini mampu menjadi bangsa nomor satu di dunia.

Meskipun demikian, pada hakikatnya, Islam tidak mengajarkan umatnya untuk membedakan satu golongan dengan golongan lainnya. Kedudukan dalam masyarakat, status dan jabatan tidak menjadi penghalang diberlakukan suatu kebijakan hukum. Keberagaman suku, ras dan budaya, bukanlah wahana untuk saling mengadili dan bertindak semena-mena, melainkan untuk saling mengenal dan menghormati. Inilah salah satu penyebab mudahnya ajaran Islam diterima di berbagai kalangan, berbagai ragam corak budaya dan kondisi masyarakat. Namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa bangsa Arablah yang pertama mempelopori Islam hingga dikenal oleh dunia.

Lalu, bangsa Arab mana yang baru saja kita saksikan?? Bukankah kita sedang melihat pertikaian dalam tubuh bangsa ini dengan mata telanjang dan pikiran alam sadar kita?? Bukankah kita juga yang ikut merasakan panasnya deru roket-roket yang menghantam bumi tandus nan kering ini?? Bukankah kita sedang hidup di tengah bangsa yang dahulu pernah menjadi bangsa nomor satu ini?? Ribuan jiwa melayang, jutaan rumah hangus terbakar, antara kelompok satu dengan lainnya saling menyodorkan senjata. Ratusan masjid dan perkantoran umum menjadi sasaran penembakan dan penyerangan brutal. Budaya saling menjatuhkan, budaya saling menyalahkan, budaya berebut kekuasaan sudah tak asing lagi terdengar di telinga kita.

Padahal, jika kita me-review kembali jejak panutan kita, Rasul Muhammad saw, tak satu pun akan rela jika hanya untuk kepentingan golongan tertentu, satu tetes darah harus dikorbankan. Rasulullah saw pernah berpesan dihadapan ribuan sahabatnya saat haji Wada’. Bahwa darah, jiwa dan harta seorang muslim, harganya setara dengan kesucian tanah haram, Mekah, dan Madinah. Tidak hanya orang muslim saja yang terlindungi, orang yang berstatus nonislam pun mendapatkan jaminan sebagaimana orang Islam itu sendiri. Rasulullah saw pernah bersabda bahwa barang siapa yang menyakiti kafir dzimmiy, maka ia sungguh telah menyakitiku. Coba bayangkan, betapa luhurnya ajaran agama ini. Betapa besar perhatian ajaran agama ini dalam hal perlindungan jiwa, harta, dan keamanan. Lalu mengapa peperangan, pertikaian, pemberontakan, kerusuhan dan pembantaian dalam tubuh bangsa ini tak kunjung habisnya??!!

Dua tahun sebelum saya dilahirkan, meletus perang teluk (1990). Tenggang 2 tahun setelahnya, pertikaian Yaman Utara vs Yaman Selatan (1994) yang baru disatukan, kembali mengguncang. Setelah reda hampir sepuluh tahun, meletus perang Irak (2003). Tidak hanya di Irak, konflik berdarah di Darfur, Sudan (2005) pun ikut menegang. Setelah Irak dan Sudan, serangkaian kerusuhan dalam negeri di awal tahun 2011 menyeret sebagian besar perhatian dunia. Mulai dari kerusuhan di Tunis, pergerakan kelompok oposisi di Libya, pertikaian di Mesir, pembantaian rakyat sipil di Suriah, kerusuhan di Bahrain, hingga konflik perpecahan di Yaman masih terus berlanjut. Belum lagi, pertikaian antar sekte dalam agama yang turut mewarnai serangkaian peristiwa berdarah ini ikut mengalihkan perhatian dunia.

Wajah bangsa ini terlanjur hitam, budaya bangsa ini terlanjur ternodai, moral bangsa ini terlanjur bobrok. Setelah Husni Mubarak lengser dan disambut kegembiraan rakyat Mesir, kerusuhan dalam negeri kembali tampil ke pentas laga. Kebijakan syariat Islam kembali ditolak habis-habisan oleh sebagian kelompok yang mengatasnamakan anti-Mursi. Konflik belum usai, pertikaian masih berlanjut.

Dentuman bom molotov, hujaman tank-tank besar, tembakan roket pesawat tempur milik Negara membrangus bumi Suriah. Serangkaian konflik berkepanjangan dalam negeri yang tak kunjung usai. Kecaman dari berbagai pihak tidak mampu menggoyahkan tekad Bassyar Asad. Serangan dari pihak luar tak sedikit pun meredam api pertikaian di bumi Syam ini.

Pasca terbunuhnya kolonel Moammar Khadafi. Stabilitas politik, ekonomi dan situasi keamanan Libya masih mencekam. Belum banyak yang bisa dilakukan Dewam Pemerintahan Transisi Nasional Libya. Berbeda dengan Yaman, pasca turunnya Ali Abdullah Saleh, kini malah sedang menghadapi masalah besar berikutnya. Tuntutan Yaman Selatan untuk kembali memisahkan diri dari negara kesatuan Republik kembali meletus. Aden, yang diakui sebagai ibu kota Yaman Selatan sedang dilanda kerusuhan. Tidak hanya di Aden, di beberapa kota-kota besar lainnya pun ikut terseret untuk ikut mewarnai pertikaian. Kecaman dari berbagai pihak mulai muncul di media. Rupanya, kemelut perpolitikan di negeri selatan Jazirah Arab ini mulai banyak diperbincangkan di dunia internasional. Perseteruan di negeri ini belum kunjung usai, pertikaian masih berlanjut.



0 comments:

Posting Komentar

 
;