Rabu, 06 Maret 2013

Amaliah Qunut dalam Perspektif Empat Mazhab



Banyak yang beranggapan ngawur, bahwa qunut itu hanya untuk membedakan mana yang dari golongan ahli sunah wal jamaah dan mana yang bukan, khususnya kalangan-kalangan yang memilki daya fanatisme yang tinggi terhadap golongannya. Dan menurut anggapannya, orang yang shalat subuhnya tidak memakai qunut itu bukan dari golongannya yang ia yakini sebagai golongan ahli sunah wal jamaah. Lebih anehnya lagi, mereka mengatakan bahwa golongan mereka adalah golongan yang berlandaskan mazhaahibul al arba’ah.Padahal, jikalau kita kaji pendapat para pengusung mazhab, khususnya mazhab empat; Hanaifyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, kita akan menemukan banyak perbedaan dan kesamaan dalam menanggapi praktek dianjurkannya membaca doa qunut tersebut.
Mungkin, tulisan sederhana ini sedikit membuka wawasan para pembaca agar tidak salah persepsi dalam memahami hukum dan pendapat para fuqoha. Saya tidak akan berbicara panjang lebar dalam membeberkan pendapat empat mazhab mengenai praktek amaliah qunut ini. Tulisan sederhana ini hanya sekedar rangkuman dari apa yang telah dipaparkan secara mendetail dalam literatur-literatur yang telah ditulis oleh para ulama fikih terdahulu. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai praktek qunut di dalam shalat menurut dari apa yang telah saya kutip dari penjelasan Guru Besar Al Azhar, Dr. Wahbah az Zuhailiy dalam buku serial fikihnya yang berjudul “Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu”.
Berikut penjelasannya :
Pada dasarnya, mazhab empat  –Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah- sepakat bahwa amaliyah membaca qunut itu disunahkan di dalam shalat. Akan tetapi, mereka saling berbeda pendapat mengenai batasan shalat apakah yang disunahkan memakai qunut? Dari sinilah muncul dua kubu pendapat. Kubu pertama, hanafiyah dan Hanabilah. Dan kubu yang kedua, Malikiyah dan Syafi’iyah.
Menurut kubu pertama, membaca qunut disunahkan di dalam shalat witir, dan tidak dianjurkan pada selain shalat witir. Namun, menurut masing-masing dari kedua mazhab ini saling berbeda pandangan mengenai  tata cara (kaifiyah) qunut yang disunahkan dalam shalat witir tersebut. Menurut Hanafiyah, disunahkan membaca qunut setelah rukuk, sedangkan menurut Hanabilah, disunahkannya setelah rukuk.
Beralih ke kubu kedua, yaitu Malikiyah dan Syafi’iyah. Menurut kedua mazhab ini, membaca qunut itu disunahkan pada waktu shalat subuh saja. Seperti halnya perbedaan di kubu pertama tentang tata cara (kaifiyah) pelaksanaan qunut, di kubu kedua pun demikian. Menurut Malikiyah, tata cara yang paling utama yaitu pembacaan doa qunut dilakukan sebelum rukuk.  Berbeda dengan Syafi’iyah, yang mengatakan bahwa membaca doa qunut itu setelah rukuk. Dan perlu digarisbawahi bahwa menurut pendapat yang unggul dalam mazhab Malikiyah, membaca doa qunut di selain shalat subuh itu hukumnya makruh.
Lalu, bagaimana dengan praktek Qunut Nazilah (tolak-bala) dalam perspektif mazhab empat? Bukankah kita semua sudah tahu bahwa Qunut Nazilah itu disyariatkan? Jawabanya, iya benar bahwa Qunut Nazilah sudah ada sejak zaman Rasulullah saw, dan pada waktu itu pula Rasulullah saw melaksanakannya selama tempo satu bulan lamanya.
Jika dikaji dalam perspektif mazhab empat, selain Malikiyah, menurut tiga mazhab yang lainnya –Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah- sepakat bahwa Qunut Nazilah hukumnya sunah. Namun, menurut Hanafiyah, praktek Qunut Nazilah hanya disunahkan dalam shalat Maghrib, Isya, dan Subuh (Asshalawat al Jahriyah). Sedangkan menurut pendapat Hanabilah, praktek Qunut Nazilah hanya disunahkan di dalam shalat subuh saja. Wallahua’lam


0 comments:

Posting Komentar

 
;