Banyak
yang beranggapan ngawur, bahwa qunut itu hanya untuk membedakan
mana yang dari golongan ahli sunah wal jamaah dan mana yang bukan,
khususnya kalangan-kalangan yang memilki daya fanatisme yang tinggi terhadap
golongannya. Dan menurut anggapannya, orang yang shalat
subuhnya tidak memakai qunut itu bukan dari golongannya yang ia yakini
sebagai golongan ahli sunah wal jamaah. Lebih anehnya lagi, mereka
mengatakan bahwa golongan mereka adalah golongan yang berlandaskan mazhaahibul
al arba’ah.Padahal, jikalau kita kaji pendapat para pengusung mazhab,
khususnya mazhab empat; Hanaifyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, kita
akan menemukan banyak perbedaan dan kesamaan dalam menanggapi praktek
dianjurkannya membaca doa qunut tersebut.
Mungkin,
tulisan sederhana ini sedikit membuka wawasan para pembaca agar tidak salah
persepsi dalam memahami hukum dan pendapat para fuqoha. Saya tidak akan
berbicara panjang lebar dalam membeberkan pendapat empat mazhab mengenai
praktek amaliah qunut ini. Tulisan sederhana ini hanya sekedar rangkuman
dari apa yang telah dipaparkan secara mendetail dalam literatur-literatur yang
telah ditulis oleh para ulama fikih terdahulu. Berikut ini adalah penjelasan
singkat mengenai praktek qunut di dalam shalat menurut dari apa yang
telah saya kutip dari penjelasan Guru Besar Al Azhar, Dr. Wahbah az Zuhailiy
dalam buku serial fikihnya yang berjudul “Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu”.
Berikut penjelasannya :
Pada
dasarnya, mazhab empat –Hanafiyah,
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah- sepakat bahwa amaliyah membaca qunut
itu disunahkan di dalam shalat. Akan tetapi, mereka saling berbeda pendapat
mengenai batasan shalat apakah yang disunahkan memakai qunut? Dari
sinilah muncul dua kubu pendapat. Kubu pertama, hanafiyah dan Hanabilah. Dan
kubu yang kedua, Malikiyah dan Syafi’iyah.
Menurut
kubu pertama, membaca qunut disunahkan di dalam shalat witir, dan tidak
dianjurkan pada selain shalat witir. Namun, menurut masing-masing dari kedua mazhab
ini saling berbeda pandangan mengenai
tata cara (kaifiyah) qunut yang disunahkan dalam shalat
witir tersebut. Menurut Hanafiyah, disunahkan membaca qunut setelah rukuk,
sedangkan menurut Hanabilah, disunahkannya setelah rukuk.
Beralih
ke kubu kedua, yaitu Malikiyah dan Syafi’iyah. Menurut kedua mazhab ini,
membaca qunut itu disunahkan pada waktu shalat subuh saja. Seperti
halnya perbedaan di kubu pertama tentang tata cara (kaifiyah)
pelaksanaan qunut, di kubu kedua pun demikian. Menurut Malikiyah, tata
cara yang paling utama yaitu pembacaan doa qunut dilakukan sebelum rukuk. Berbeda dengan Syafi’iyah, yang mengatakan
bahwa membaca doa qunut itu setelah rukuk. Dan perlu digarisbawahi bahwa
menurut pendapat yang unggul dalam mazhab Malikiyah, membaca doa qunut
di selain shalat subuh itu hukumnya makruh.
Lalu,
bagaimana dengan praktek Qunut Nazilah (tolak-bala) dalam
perspektif mazhab empat? Bukankah kita semua sudah tahu bahwa Qunut Nazilah
itu disyariatkan? Jawabanya, iya benar bahwa Qunut Nazilah sudah
ada sejak zaman Rasulullah saw, dan pada waktu itu pula Rasulullah saw
melaksanakannya selama tempo satu bulan lamanya.
Jika
dikaji dalam perspektif mazhab empat, selain Malikiyah, menurut tiga mazhab
yang lainnya –Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah- sepakat bahwa Qunut Nazilah
hukumnya sunah. Namun, menurut Hanafiyah, praktek Qunut Nazilah
hanya disunahkan dalam shalat Maghrib, Isya, dan Subuh (Asshalawat al
Jahriyah). Sedangkan menurut pendapat Hanabilah, praktek Qunut
Nazilah hanya disunahkan di dalam shalat subuh saja. Wallahua’lam