Dear : Teman-teman seperjuangan
Di :
Tempat
“Lalu apa gunanya sekolah dan universitas kalau kita akhirnya hanya memproduksi beo-beo seperti para doktor pertanian yang tidak mampu membuat “ Jambu Indonesia “ atau “ Durian Indonesia “, tetapi hanya membuat segala hasil-hasil pertanian serba Bangkok? Mengapa orang-orang berteriak-teriak seperti kebakaran jenggot ketika sejumlah oknum tak bermoral menjajakan gelar seperti pedagang kaki lima menjual obat sakit ginjal seharga Rp 100,00 di pinggir jalan? Tidaklah sekolah dan universitas juga hanya mampu melahirkan sarjana-sarjana, bahkan belakangan juga doktor, yang bisanya menjiplak karya orang lain? Bukankah kita telah lama tahu bahwa sebagian sarjana kita tidak pernah menghasilkan karya tulis serius setelah diwisuda (bahkan juga para doktor dan profesor hanya sesekali menulis di media cetak untuk dapat disebut “pakar”).” [ Andrias Harefa ]
Kritikan pedas Andrias diatas, tajam dan mengena. Begitu orang membacanya -terutama dari kalangan mahasiswa, dosen, doktor bahkan professor-, seketika wajahnya merah memar karena malu akan terungkap keburukannya. Takut kalau fakta tersebut ternyata ada pada dirinya sendiri. Penulis juga merasakan hal yang sama, sepertinya ada sindiran pedas hendak tertuju ke arah kita, para mahasiswa Tim-Teng. Meski tidak lugas, namun tidak ada salahnya bila kita jauh-jauh hari sudah mempersiapkan benteng pertahanan imej. Imej kita dihadapan orang setanah air. Pastinya, kita tidak mengharapkan saudara Andrias datang ke tempat kita untuk melakukan studi banding. Yang nantinya, kitalah sasaran kritikan-kritikan pedas berikutnya –na’uudzubillaah-. Oleh sebab itu, penulis yang malang ini, ingin sedikit memotivasi diri dan juga teman-teman super sekalian. Semoga dengan hadirnya tulisan ini, waktu yang tadinya “lewat begitu saja” menjadi “lewat segini saja”.
Berikut ini penggalan corat-coret penulis meski tidak seakurat penggaris plastik :D :
Mahasiswa adalah orang yang paling banyak punya waktu luang dan kesempatan besar. Bayangkan saja, dalam satu tahun (12 bulan), kita hanya dituntut masuk kuliah selama 8 bulan saja. 4 bulan untuk semester ganjil, 4 bulannya lagi untuk semester genap. Itupun, tak sepenuhnya kita gunakan waktu 8 bulan fulltime hanya untuk berangkat kuliah. Ada dispensasi waktu 4 minggu atau dibulatkan saja menjadi 1 bulan guna pelaksanaan ujian semester baik itu ganjil maupun genap. Berarti, waktu kita berkurang 1 bulan, dan bersisa 7 bulan buat aktif berangkat kuliah.
Rasanya, tidaklah rasional jika 7 bulan tidak ada hari liburnya. Sekurang-kurangnya ada sehari dalam satu minggu, entah itu hari minggu atau disesuaikan dengan yang ada disini, yaitu hari Jumat menurut keyakinan masing-masing individu, golongan, dan bahkan dari semua jenis bentuk kepentingan-kepentingan lainnya, baik itu kalangan santri, pekerja, pejabat, bahkan pelajar, terlebih mahasiswa seperti kita ini, kita semua butuh waktu istirahat sehari dalam seminggu. Berarti, dalam satu bulannya, waktu aktif kita berkurang 4 hari, Dan bila dikalikan dengan 7, maka hasilnya 28 hari. Ya, karena hitungan ini tidaklah seakurat perhitungan jangka sorong, maka kita samakan saja 28 hari dengan 1 bulan. Jadi, lagi-lagi waktu kita berkurang 1 bulan untuk jatah hari libur yang sudah dipatenkan itu. Berarti, kesimpulan sementara, waktu yang kita gunakan untuk bolak-balik aktif kuliah hanyalah 6 bulan saja,. Dan jikalau kita bandingkan dengan jumlah bulan dalam satu tahun, berarti, sekuat apapun kita menahan beban jam wajib kuliah, kita hanya akan dituntut untuk menahannya setengah tahun saja, selebihnya terserah kita.
Bayangkan !! hanya 6 bulan saja dalam satu tahunnya. Jika dikalikan dengan 5 tingkatan atau 10 semester, (artinya sampai kita lulus sarjana), maka waktu ngampus kita hanyalah 30 bulan saja atau dua tahun setengah. Coba bayangkan sekali lagi !! HANYA dua setengah tahun saja durasinya, Meskipun kenyataannya molor sampai 5 tahun.
Namun, jangan merasa sudah punya banyak waktu hanya dengan aktif kuliah 6 bulan
. Jangan merasa menjadi orang paling sibuk hanya dengan berseragam gamis putih selama 6 bulan. Kita belum menghitungnya secara akurat, kita belum menghitungnya dalam bentuk jam, bahkan menit, bahkan detik, apalagi mengukur dengan kedipan mata.
. Jangan merasa menjadi orang paling sibuk hanya dengan berseragam gamis putih selama 6 bulan. Kita belum menghitungnya secara akurat, kita belum menghitungnya dalam bentuk jam, bahkan menit, bahkan detik, apalagi mengukur dengan kedipan mata.
Memang susah dan merepotkan, jika kita hendak menghitungnya dalam ukuran jam, lalu hendak pula menyamakan hasilnya untuk semua tingkatan semester yang konversi satuan waktunya menggunakan bulan. Namun, rata-rata dari mata kuliah yang selama ini kita jelajahi, sekurang-kurangnya, ada 6 mata kuliah dalam satu semester. Ada pula 7 mata kuliah, tapi itu hanya kita alami saat semester awal, ada pula yang hanya 3 mata kuliah, itu pun nanti ketika kita tengah disibukkan dengan skripsi (mudah-mudahan kalo tidak ada perubahan). Nah, dengan melihat jumlah rata-rata itu, kita beri patokan saja 6 mata kuliah per satu semester. Berarti, disetiap tingkatan (mustawa) kita akan dijejali 12 mata kuliah, apapun fak-nya. Bagaimana Sob, sampai disini setuju?? Oke kalau setuju mari kita lanjutkan ..
Setelah kita mengetahui bahwa ternyata dalam satu tingkatan (dua semester) hanya ada 12 mata kuliah yang harus kita tempuh dan kita kuasai, maka kita akan mencoba mengetahui berapa waktu lama untuk meneyelesaikan 12 mata kuliah tersebut. Sebagaimana penghitungan diatas bahwa waktu kita guna menyelesaikan satu tingkatan hanyalah 6 bulan. Jadi, waktu 6 bulan itulah waktu penentunya, 12 mata kuliah terselesaikan dalam waktu 6 bulan. Karena pada dasarnya, dalam setiap semester, kita hanya punya waktu 3 bulan saja guna menyelesaikan 6 mata kuliah. Bayangkan !! hanya 3 bulan saja.
Selanjutnya, kita akan mengubah ke dalam satuan waktu jam. Untuk hitungan hari, agar lebih mudahnya kita bulatkan saja satu bulannya sama dengan 30 hari. Karena jadwal kuliah yang tak menentu dan bisa berubah sewaktu-waktu, dan bisa saja kuliah memulai programnya dari awal, tengah, atau akhir bulan. Selanjutnya, satu hari sama dengan 24 jam. 24 dikali dengan 90 hari (3 bulan) hasilnya sama dengan 2160 jam. Dan ternyata, ada durasi waktu selama 2160 jam dalam 1 semesternya. Jikalau kita hitung dalam satu tahun, berarti kita mempunyai waktu sebanyak 4320 jam guna menyelesaikan satu tingkatan (mustawa). Bila dikalikan 5 tingkatan, menjadi 21 600 jam. Ternyata, untuk menyelesaikan program S1 disini, kita hanya akan memerlukan durasi waktu sebanyak 21 600 jam saja.
Selanjutnya, kita akan menghitungnya dalam satuan menit. Untuk menyelesaikan satu tingkatan, kita hanya memerlukan waktu 4320 jam, bila diubah menjadi hitungan menit menjadi 259 200 menit. Cara menghitungnya dengan mengalikan 4320 dengan 60 karena satu jam sama dengan 60 menit. Jadi, waktu kita untuk menyelesaikan satu tingkatan, hanya 259 200 menit. Bila dikalikan 5, atau sama dengan sampai lulus, kita hanya akan memerlukan waktu 1 296 000 menit saja.
Belum puas lagi menghitungnya? Mari kita puaskan hingga mengubahnya ke dalam satuan detik. Caranya mudah, hanya tinggal mengalikan angka 60 saja karena satu menitnya sama dengan 60 detik. Berarti satu tingkatan sama dengan 15 552 000 detik. Bila dikalikan dengan 5 tingakatan atau sama dengan sampai lulus menjadi 77 760 000 detik. Jadi, kita hanya –sekali lagi hanya- memerlukan waktu 77 760 000 detik untuk menyelesaikan program s1 ... Di sini.
Setelah kita cermati -meski tidak begitu matang-, ternyata tidaklah sepenuhnya waktu 2,5 tahun = 30 bulan = 900 hari = 21 600 jam = 1 296 000 menit = 77 760 000 detik itu kita gunakan terus-menerus “full time” tiada henti, dihabiskan untuk mendengarkan penjelasan dosen di dalam kelas. Tidak pula waktu yang panjang itu kita gunakan sepenuhnya bolak-balik pulang-pergi kesana kemari ke kampus ke kamar ke kampus ke kamar dan seterusnya, dengan memakai seragam gamis putih tanpa dilepas, diganti, dan dicuci. Bisa-bisa warnanya berubah menjadi hitam gelap plus baunya berubah menjadi bau unta yang lagi berkeringat. Hehe… tentunya ada dispensasi waktu lagi. Terutama waktu buat njajan, makan, njajan, makan, njajan lagi, makan lagi, dan lain sebagainya. Yang pasti pula, banyak waktu yang akan terlewati “segitu saja”.
Demikianlah corat-coret berpolakan matematika sederhana ini, semoga dapat menjadi bahan refleksi di tengah penjelajahan kita di bumi Hadramaut ini. Kata si pembaca sich intinya begini… Jangan ada waktu yang terlewati begitu saja, cukup terlewati segini saja.
Semoga bermanfaat !! Salam
0 comments:
Posting Komentar