Sabtu, 05 Mei 2012

Islam Tentang Wanita

Ilustrasi Akhwat Muslimah

Bismilah..
Islam merupakan ajaran yang sempurna dan menyeluruh. Cangkupannya luas meliputi ibadah,muamalah,interaksi (mu'asyaroh),perekonomian,pendidikan,kesehatan,bahkan tata negara. Sebagai ajaran yang sempurna, islam memiliki wacana yang khas dan berbeda dengan wacana kaum feminis dalam menyelesaikan masalah perempuan. Tentunya pembahasan ini tidak lepas dari bayang-bayang isu kesetaraan jender yang sedang marak baru-baru ini. Dalam islam, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki potensi dasar(fitrah)yang sama, yaitu sama-sama memiliki naluri,akal,dan pemenuhan kebutuhan jasmani.
 
Sedangkan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak biasa dipisahkan dengan laki-laki.Keduanya sama-sama mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur&memelihara kehidupan ini sesuai dengan khendak Allah SWT. Pada hakikatnya, aturan Islam terkait dengan fungsi laki-laki dan perempuan ada yang sama ada pula yang berbeda. Namun, perbedaan & persamaan ini tidak dipandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan jender.Akan tetapi, semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandang sama pentingnya dalam upaya perwujudan tertinggi di kehdupan bermasyarakat, yakni tercapainya kebahagiaan yang hakiki dibawah keridhoan Allah SWT.
 
Dalam Islam,pemenuhan hak perempuan pun sangatlah adil dan sesuai fitrah manusia. Namun aturan mainnya tidaklah seperti yang dikoar-koarkan saat ini, khususnya yang mengatasnamakan HAM & persamaan jender. Islam telah mengatur dengan jelas pemenuhan terkait keempat hak yang menjadi permasalahan utama pada perempuan, yaitu hak kepemilikan, beragama, berpendapat, dan berekspresi. Mengenai wanita karir, masuk pada poin yang keempat.
 
Hak berekspresi wanita dalam Islam. Dalam hal ini, banyak yang berpendapat bahwa Islam melarang keras untuk berkiprah dan berkarir. Namun kenyataanya tidak demikian! Islam sebagai agama moderat memberi kewenangan terhadap perempuan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin serta berkarir
, bekerja sesuai dengan kemampuan dan kelayakan sebagai seorang wanita muslimah.DENGAN CATATAN, harus dengan izin suami dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu.
Disamping itu, ia pun harus selektif dalam menempatkan dirinya dalam pergaulan dan ketika memilih profesi atau pekerjaannya. Dan tentunya, pekerjaan yang menuntut untuk ditangani oleh wanita sangat sekali dianjurkan seperti dokter kandungan, bidan, suster dan semacamnya.

Lalu ketika pekerjaan tersebut menuntut ia untuk sibuk, Menurut pikiran hemat saya begini... tentulah suatu pekerjaan manapun memiliki ruang kerja meliputi waktu kerja. Kembali ke prinsip awal, bahwa kewajiban lebih didahulukan daripada hak. Dan seharusnya setiap kali ia berkehendak untuk menggeluti karirnya, tidak akan membuat pupus tanggung jawab atas kewajiban yang harus ia emban itu. Maka dari itu, hendaklah beralih ke profesi yang tidak sampai melalaikan kewajiban-mendidik jasmani dan rohani generasi yang diamanahkan Allah padanya. Sebab tak ada yang dapat menggantikan wanita untuk tugas agung ini
 
Lha trus bagaimana dgn contoh-contoh pada zaman Rasulullah saw dahulu? Mengapa orang-orang disana ktnya kebanyakan melarang kaum wanita untuk berkarir?
zaman rasulullah?dilarang berkarir??
 Coba kita melihat fakta historisnya,..
-Ummul mu'minin, Sayyidah Khadijah adalah seorang bussines women yang sukses.
-Ummu A'thiyah, ikut andil dalam masalah peperangan guna mengobati yang terluka dan merawat yg sakit serta membuatkan makanan untuk para tentara.(diriwayatkan sebanyak 7 kali peperangan)
-Sayidah Aisyah dan Ummu Sulaim pada perang Uhud ikut berperan aktif membawa qirbah(tempat minuman) untuk meminumkannya ke mulut para mujahidin.
-Ummu 'Imarah(istri salah seorang sahabat) ikut serta dalam perang uhud membawa senjata, bahkan ia mendapatkan ganimah.
-Syifa' binti Abdullah al-A'dawiyah ditetapkan oleh sayyidina Umar ketika menjadi khalifah untuk berdakwah di pasar.
-riwayat-riwayat yang mengatakan bahwa rasulullah tidak melarang wanita untuk berjamaah di masjid, bahkan ikut shalat jumat dan perintah untuk keluar ketika shalat ied.
-pujian sayidah Aisyah terhadap wanita-wanita anshar yang selalu aktif mengikuti majelis-majelis dan mereka tak mau kalah, mereka meminta nabi jadwal khusus guna berkumpul untuk mengajarkan syariat di majelis khusus para wanita.-Radhiyallahu Ta'alaa Anhum-
 
Kiranya, contoh tadi sudah cukup untuk memberikan kepahaman bahwa larangan wanita berkiprah tidaklah sesuai dengan apa yang terjadi baik di zaman rasulullah maupun khalifah. Hanya saja, yang membuat tidak bolehnya wanita berkiprah dalam tatanan kehidupan bermasyarakat adalah mereka yang tidak komitmen terhadap aturan syar'i.

Berikut adalah syarat-syarat diperbolehkan wanita untuk berkarir :
-pekerjaannya disyariatkan, artinya tidak haram.
-memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar,dalam berpakaian,berbicara,dan bertingkah laku.
-tidak mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu.

Atau juga mereka yg melarangnya, berpijak pada apa yg dikatakan Aisyah r.a. : "seandainya rasulullah saw mengetahui apa yang diperbuat kaum wanita sepeninggal beliau,niscaya beliau melarangnya pergi ke masjid".
Wallahu A'lam

0 comments:

Posting Komentar

 
;