Alhamdulillah, hari ini adalah hari terakhir puasa sunnah 6 hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Seperti yang telah diketahui, beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi dalam upaya menyambut kemenangan setelah puasa sunnah ini. Biasa kita sebut lebaran ketupat. Memang tak ada landasan dari ayat Alquran atau hadits nabi yang menyatakan perayaan lebaran Syawalan ini. Akan tetapi, inilah bukti kekayaan khazanah dari para muslim Indonesia dalam hal memodifikasi kegiatan dalam rangka bersedekah dan melakukan hal-hal baik, terutama menjalin silahturahim. Dikampung saya, setiap hari ke-8 Syawal, di pagi harinya ramai dengan dengungan suara tahlil dan shalawat yang terdengar dari mushala-mushala dan masjid-masjid meskipun perayaannya tak seramai 1 Syawal, karena pada hari lebaran Syawalan ini jadwal instansi akademik dan perkantoran biasanya sudah aktif. Biasanya, menjelang pagi hari, rumah-rumah disekitarnya beramai-ramai mengirim senampan nasi beserta lauknya, atau kemasan lainnya seperti nasi kotak, nasi bungkus, dsb. Ada yang membuat nasi putih, ada pula nasi kuning, saya biasa menyebutnya, nasi tumpeng. Lauknya pun bermacam-macam, dan menu yang paling saya sukai adalah sambal goreng dan telur dengan nasi kuning ditambah sedikit kelapa yang telah dihaluskan atau diparut. Setelah jamaah tahlil selesai, mereka makan bersama dihalaman mushalla atau masjid. Kebanyakan, jamaah yang hadir adalah orang-orang tua. Tidak seperti 1 Syawal yang ramai oleh anak kecil, remaja pria atau wanita, ibu-ibu, bahkan balita pun ikut meramaikan suasana kemarin. Meski demikian, tradisi lebaran Syawalan ini masih tetap ada dan berjalan sebagaimana biasanya dari tahun ke tahun.
Tradisi lebaran ketupat yang diselenggarakan pada hari ke delapan bulan Syawal merupakan tradisi khas Indonesia dan biasa disebut sebagai hari raya kecil . Sesuai dengan sunnah nabi, setelah memperingati Idul Fitri, umat Islam disunnahkan puasa selama 6 hari. Bagi umat Islam di Indonesia hari tersebut diperingati sebagai Lebaran Ketupat atau Syawalan.
Menurut sumber yang pernah saya dapat dari sebuah artikel, bahwa sejak pemerintahan Paku Boewono IV, tradisi masyarakat ini mulai membudaya dan menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Penyebarannya, melalui orang-orang yang datang atau pergi dari dan keluar Jawa, lebaran ketupat mulai divariasi dalam hal menu masakan dan tradisi lain yang menyertainya sebagaimana tradisi di desaku. Sebuah kearifan lokal yang hanya ditemui di Indonesia. Sama halnya dengan tradisi halal bihalal. Tradisi lebaran ketupat yang disertai dengan acara halal bi halal tidak ditemukan di negara lain selain di Indonesia.
Sunan Kalijaga dipercaya oleh orang Jawa sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan adanya ketupat, sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.
Pada saat hari lebaran ketupat, ketupat yang dijadikan makanan khas pada masyarakat Jawa sebagai simbol bahwa semua orang Jawa mengaku salah (ngaku lepat). Dalam setahun, orang saling berebut benar. Anehnya, dalam suasana Idul Fitri, semua orang saling berebut untuk menyatakan lepat (salah). Sebuah kondisi yang fitrah, yang muda menyampaikan lepat. Namun, yang tua tidak langsung mengiyakan, tetapi dengan diikuti kalimat, wong tuwa uga akeh lupute (orang tua juga banyak salahnya). Hal ini tidak hanya terjadi dalam tatanan keluarga saja, tetapi berlaku juga dalam tatanan struktur pemerintahan. Pejabat golongan strata atau pangkat yang lebih tinggi juga menyampaikan hal ini kepada pejabat yang pangkatnya lebih rendah atau stafnya.Mereka semua mengaku salah.
Filosofi dari bentuk ketupat dengan berbentuk segi empat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer, yang mempunyai makna bahwa kemana pun manusia menuju, pasti akan kembali kepada Allah SWT. Adapula yang mamaknai kiblat papat lima pancer sebagai empat macam nafsu manusia, yaitu: amarah, lawwamah, supiah, dan muthmai'nnah. amarah yang berarti nafsu emosional, lawwamah adalah nafsu untuk memuaskan rasa lapar atau ingin kenyang, supiah yang berarti nafsu ingin memiliki sesuatu yang indah dan muthmai'nnah, nafsu untuk memaksa diri. Keempat nafsu ini yang ditaklukkan orang selama berpuasa. Jadi, dengan memakan ketupat orang disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut.
Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya.
Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Menurut sebagian orang, ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna pangapunten alias memohon maaf. Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten
(Makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)
Selamat merayakan hari raya Ketupat, untuk Indonesia dan sekitarnya.