Rabu, 11 Desember 2013 1 comments

Wisata Rohani di Bumi Hadhramaut


Ingin sekedar berbagi pengalaman serta pengetahuan  selama perjalanan wisata religi di wadi Hadhramaut ini, Saya dan beberapa kawan seperjuangan. Berwisata religi dengan mengunjungi tempat-tempat peninggalan bersejarah dan makam-makam nabi serta para wali. Acara wisata religi ini biasa diselenggarakan pada hari-hari libur kuliah.
Di awal bulan Dzulhijjah, saat liburan Idul Adha dan hari Tasyrik yang lalu, Tepatnya pada hari Senin, 21 Oktober 2013 bertepatan dengan tanggal 16 Dzulhijjah 1434 H, saya dan kawan-kawan memulai acara rihlah ini, tempat pertama yang kami kunjungi yaitu: 
1. Abdurahman bin Ahmad Bajalhaban.
Salah seorang kekasih Allah yang memiliki kedudukan tinggi di sisiNya. Terkenal akan kesabarannya, sehingga dengan kesabaranya inilah beliau diangkat menjadi kekasih Allah. Makamnya terletak tidak jauh dari kota Tarim, tepatnya di desa Ramlah. Lokasinya berada di tanah lapang dan jauh dari pemukiman penduduk. Dari jalan utama, bangunan makamnya yang bercat putih tampak terlihat jelas. 

Dikisahkan bahwa beliau pada awalnya tidak tahu bahwa dirinya adalah seorang wali. Beliau mengetahui kelebihan itu dari orang lain. Menurut cerita yang masyhur, beliau memiliki istri yang sensitif. Namun, beliau menanggapi geliat sensitif istrinya dengan kesabaran. Setiap hari selalu saja begitu, meski dengan kelembutan dan keluwesan, watak istrinya tidak pernah berubah. Sampai pada suatu ketika, beliau kehabisan kesabarannya, beliau memutuskan untuk pergi ke sebuah gua guna beruzlah. Menenangkan diri untuk bisa lebih mendekatkan diri pada Allah dan mencari solusi tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. Ditempat uzlahnya, beliau bertemu dengan dua orang laki-laki yang kebetulan sudah lebih dahulu menempati gua tersebut. Beliau meminta izin untuk tinggal bersama mereka dalam gua. Namun, salah satu dari dua orang tersebut mengajukan syarat, yaitu tugas giliran menyediakan makanan. Setelah beliau menyetujui, akhirnya beliau dizinkan tinggal bersama mereka dalam gua tersebut.

Suatu ketika, perbekalan makanan sudah hampir habis. Lalu salah satu dari kedua temannya yang mendapat tugas menyediakan makanan menengadahkan tangannya dan berdoa. Tidak lama kemudian, kejadian yang menakjubkan terjadi. Seketika, perbekalan makanan dan segala macam kebutuhan turun dari langit. Beliau takjub melihat peristiwa tersebut. Kejadian ini pun terulang lagi dengan cara yang sama, pas ketika teman yang satunya lagi mendapat tugas menyediakan jatah makanan di hari berikutnya. Karena penasaran, beliau bertanya mengenai rahasia dibalik karomah yang dimiliki kedua orang tersebut. Mereka menjawab bahwa rahasia terkabulnya doa mereka adalah berkat wasilah doa mereka dengan seorang wali Allah. Tidak cukup mendengar jawaban itu, beliau lantas bertanya siapa nama sosok wali Allah yang dengan wasilahnya doa-doa itu mudah dikabulkan. Kedua orang tersebut menjawab bahwa nama wali itu adalah Abdurrahman bin Ahmad Bajalhabban. Sontak beliau kaget mendengar jawaban tersebut. Belum juga puas mendengar jawaban itu, lantas beliau bertanya “ada apa dengan Abdurahman bin Ahmad Bajalhaban, kok bisa menghatarkan untuk mendapatkan makanan dari langit?”. Jawaban dua orang itu, “Sebab Abdurrahman bin Ahmad bajalhaban itu orang yang paling sabar menghadapi istrinya, sehingga dengan kesabarannya itu, beliau mendapat kedudukan yang tinggi dihadapan Allah SWT”.

Subhanallah ... setelah beliau mengetahui kewalian beliau dikarenakan kesabaran menghadapi istri, akhirnya beliau pulang dengan membawa tekad kesabaran terhadap istrinya yang menjadi penyebab diangkatnya derajat beliau disisi Allah. Adapula yang mengatakan bahwa istri beliau juga seorang wali, hanya saja tidak mau menampakkan kewaliannya. Begitu pula dengan beliau, Abdurrahman Bajalhabban. Sikap rendah diri beliau yang tidak menampakkan kelebihan yang beliau miliki dihadapan orang lain. Bahkan sampai-sampai kedua temannya tersebut tidak mengetahui bahwa yang sedang mereka ajak bicara adalah Abdurrahman Bajalhabban. Demikianlah sedikit kisah dari penggalan cerita kehidupan Al Wali Abdurrahman Bajalhabban.

Seusai membaca Yasin dan Tahlil, kami rehat sejenak. Menikmati sarapan pagi ala Tarim, dua potong roti bakhomri dan segelas susu sembari menikmati sejuknya udara pagi. Sesudah sarapan, kami bergegas melanjutkan perjalanan. Waktu itu, kami berangkat dari asrama pukul 06:30 pagi dan belum sempat sarapan. Berikutnya, tempat kedua yang kami kunjungi adalah:


2.Nabi Handolah As. 

Tercatat ada 3 tempat makam nabi yang paling masyhur dan makamnya masih terlihat di bumi Hadhramaut sampai sekarang. Salah satunya yaitu nabi Handolah As. 
Seperti makam-makam nabi yang lainnya, makam nabi Handolah As memiliki ukuran panjang sekitar 20 kaki. Cerita lebih detailnya mengenai riwayat hidup beliau, kami belum menemukan satu kisah pun melainkan kisah masyhur bahwa tempat ini adalah tempat peristirahatan seorang utusan Allah SWT yang bernama Handolah As. 

Tepat disamping makam beliau, terdapat makam yang masih simpang siur siapa pemiliknya sebenarnya. Ukuran panjangnya, hampir menyamai makam beliau. Namun, menurut cerita yang masyhur, bahwa makam yang berada disampingnya adalah makam istri beliau. Mengenai namanya kami juga belum mengetahuinya, dikarenakan kurangnya pengetahuan kami serta sulitnya menemukan kisah riwayat hidup beliau di berbagai buku biografi (kutub al tarojim).
 
3. Al Muhajir Ila Allah Alhabib Ahmad bin Isa 

Setelah menziarahi nabi Handolah As., kami melanjutkan perjalanan menuju tempat peristirahatan kakek dari keturunan saadah bani A’lawiyin, yaitu Al Habib Almuhajir Ilallaah Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al’uraidhiy bin Ja’far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain, cucu Rasulullah Saw, bin Ali bin Abi Thalib dari ibu puteri seorang nabi, Fatimah Az Zahroh -radhiyallahu ‘anhum-. Makam beliau terletak di sebuah daerah yang bernama Husaisah. Jika ditempuh dengan kendaraan bermotor, kurang lebih hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai kesini dari asrama tempat kami tinggal. Makam beliau berada diatas kaki gunung. Ada dua akses jalan menuju ke makam, jalan beraspal dan tangga batu. Kali ini, kami tidak perlu susah-susah berjalan, karena bus yang kami naiki dengan mudahnya berjalan melalui jalur aspal.

Beliau, Al Habib Ahmad bin Isa, dilahirkan di Bashrah, Irak pada tahun 273 H. Beliau tumbuh besar sampai menjadi orang terpandang di Irak. Beliau juga sempat menjabat sebagai wali (Qadhi) di Irak. Namun, ketika beliau melihat banyak sekali pertikaian dan perpecahan sekte agama di Irak, ditambah pula munculnya berbagai aliran dalam Islam yang sudah menyimpang dari ajaran Alquran dan Assunnah, pertumpahan darah dimana-mana, beliau berniat menyelamatkan ajaran Islam Ahlus Sunah wal Jama’ah yang dibawanya turun temurun dari para pengikut tabi’in dan terus sambung menyambung hingga ke Rasulullah Saw dengan pergi berhijrah meninggalkan negeri Irak menuju Hadhramaut, negeri yang jauh dari keramaian konflik politik dan perebutan kekuasaan, negeri gersang namun menumbuhkan banyak ulama dan para salihin. Sebab hijrah inilah, beliau diberi gelar “Al Imam Al Muahjir Ilallaah”.

Dengan niat yang tulus karena Allah semata dan tekad kuat yang beliau tanamkan, bersama 70 orang rombongannya ditemani dengan sang anak dan 3 orang cucunya, Ahmad bin Isa hijrah ke Hadhramaut. Sebelum sampai di Hadhramaut pada tanggal 14 Muharram tahun 319 H, terlebih dulu beliau beserta rombangan singgah di tanah haram. Rumah serta tanahnya di Irak dijual demi berjuang di jalan Allah SWT. Sesampainya di Hadhramaut, mulailah beliau berdakwah menyampaikan ajarannya, ajaran Islam Ahlus Sunah wal Jama’ah. Pada awal beliau berdakwah, beliau hidup berpindah-pindah, dari satu tempat ke tempat lain, hingga akhirnya beliau menetap tinggal di sebuah desa yang bernama Husaisah sampai beliau wafat pada tahun 345 H. Dan dari Ahmad Almuhajir inilah menumbuhkan keturunan bani Alawiyin di Hadhramaut, dari cucu beliau yang bernama Alwi bin Ubaidillah bin Al Muhajir, Ahmad bin Isa, yang keturunannya tersebar di sebagian besar wilayah di Hadhramaut, serta di berbagai negara lainnya seperti; India, daerah pesisir Afrika, Malaysia, Singapura dan berbagai wilayah di Indonesia. 

Kisah hidup beliau ini sangatlah masyhur. Sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang tentang kisah hijrahnya beliau dari kota Irak menuju Hadhramaut. Dan lagi, tindak-tanduk beliau yang merupakan cerminan akhlak Rasulullah Saw. Hingga pada akhirnya, beliau sangat disukai oleh masyarakat pribumi Hadhramaut ini. Dengan akhlak, beliau mampu menyatukan antar kelompok yang saling berseteru. Akhlak serta manhaj yang beliau bawa dalam menyampaikan syariat Islam diteruskan oleh generasi penerusnya. Kemudian misi dakwah yang beliau ajarkan diteruskan oleh keturunannya sampai Islam dikenal oleh sebagian besar daerah di Asia Tenggara, India, Bangladesh, Pesisir Afrika dan penjuru dunia lainnya. 

Wujud buah perjuangan beliau dapat kami rasakan hingga saat ini. Berdirinya madrasah yang lebih dikenal saat ini dengan sebutan “Madrasah Hadhramaut” adalah bukti dari cerminan sistem pengajaran beliau dalam mengemban agama Islam yang berpegang teguh pada Alquran dan Assunah. Mengajarkan kepada umat bahwa Islam datang untuk menciptakan perdamaian di muka bumi. Tidak mencampuri permasalahan konflik, baik antar sesama umat, maupun antar golongan. Tugas pokok adalah menyerukan persatuan ukhuwah Islamiyah dan mengutamakan suri teladan yang baik. Dan yang paling utama adalah seperti yang tertera dalam Alquran :
وجادلهم بالتي هي أحسن [النحل:125] ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة 
Oleh karena itu, berdasar atas asas menciptakan perdamaian inilah, bukan sebuah mimpi jika ajaran Islam yang mereka bawa mampu tersebar di berbagai Negara dan diterima oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Bukti yang paling nyata adalah tersebar luasnya Islam di Indonesia oleh para wali yang berasal dari keturunan saadah bani A’lawiyin. Lebih dari itu, bahwa proses penyebaran Islam tersebut tanpa disertai dengan seruan membawa pedang dan kuda dan tanpa ada setespun darah mengalir. 

Demikianlah, interpretasi yang dapat kami ambil dari sosok Almuhajir Ahmad bin Isa. Di tempat ini, setiap tahunnya, rutinitas peringatan haul dan tabligh akbar diadakan. Dimana para habaib, ulama dan tokoh masyarakat sama berkumpul meramaikan acara tersebut. Acara peringatan haul tersebut dilaksanakan pada hari ke-14 bulan Muharram.

4. Alhabib Ahmad Bin Muhammad Al Habsyi 

Seusai menziarahi Al Habib Ahmad bin Isa Al Muhajir, kami bergegas turun melalui anak tangga. Tepat diujung tangga paling bawah, berdiri sebuah bangunan yang didalamnya terdapat makam seorang putera keturunan rasulullah Saw. Beliau adalah Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi yang juga seorang wali ahli zuhud dan ahli ibadah.
Beliau lahir dan hidup tumbuh besar di kota Tarim. Sejak kecil beliau terdidik menghafal Alquran dan gemar mencari ilmu. Bersama rekan seperjuangan, As Syaikh Abu Bakar bin Salim, beliau pergi mencari ilmu agama ke tanah haram; Mekah dan Madinah dan menetap tinggal disana selama bertahun-tahun.Beliau dikenal sebagai orang yang banyak bermujahadah, dan tekun beribadah hingga naik derajatnya menjadi hamba terpandang disisi Allah SWT.

Di akhir hayatnya, beliau memilih menetap dan tinggal di Husaisah sampai wafat dan dimakamkan disini pada tahun 1038 H. Hingga tempat ini dikenal dengan sebutan “Syi’b Ahmadain”. “Syi’b” yang berarti tempat celah diantara dua bukit yang menyatu dan “Ahmadain” berarti dua Ahmad, Al Muhajir Ahmad bin Isa dan beliau Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Kalau hendak bepergian ke kota Tarim, pasti akan terlebih dahulu melewati tempat ini, karena letaknya berada di dekat jalan utama. Warna putih bangunan makamnya serta anak tangga nampak terlihat jelas dari jalan.

5. Alhabib Ali Bin Muhammad Al Habsyi

Setelah dari Syi’b Ahmadain, kami melanjutkan perjalanan berikutnya menuju kota Seiyun. Kota Seiyun merupakan salah satu daerah paling ramai di provinsi Hadhramaut. Kegiatan penduduk berpusat di kota ini. Kalau diumpakan kota Tarim itu kecamatannya, maka Seiyun ini adalah Ibu kota Kabupatennya.

Sebelum adanya sistem pemerintahan republik, Hadhramaut ini terbagi atas empat wilayah kesultanan. Salah satunya yaitu kesultanan Al Katsiri yang berpusat di jantung kota Seiyun. Bangunan Istana kesultanan Alkatsiri yang sekarang dialihfungsikan menjadi museum nasional kota Seiyun ini masih berdiri tegap sebagai ikon kota ini.

Tidak jauh dari bangunan istana, terlihat area pemakaman. Diantara kawasan pemakaman tersebut, terlihat beberapa kubah. Diantara kubah tersebut ada yang bercat hijau. Dan ternyata, didalamnya adalah makam salah seorang wali sekaligus putera keturunan Rasulullah Saw. Jika mendengar karya beliau, orang sudah tak asing lagi mengenal sosok beliau. Dialah Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi, pengarang kitab sirah nabawiyah “Shimtud Dhurar”.

Tempat kelahiran beliau bukan di kota Seiyun. Beliau lahir di sebuah daerah yang bernama Qasam, sekitar 30 menit dari kota Tarim, pada tahun 1259 H. Ayahanda beliau, adalah salah seorang mufti agung di kota Mekah. Beliau berguru dari sang ayah. Dari didikan Ayahnya, beliau banyak memperoleh ilmu. Tidak merasa cukup dari ayahnya, beliau merantau ke berbagai daerah di Hijaz dan kota Zabid untuk menimba ilmu. Sepulangnya dari perantauan, beliau memilih menetap tinggal di kota Seiyun. Dan dari sinilah perjuangan dakwah beliau dimulai.

Sepuluh meter dari kubah, berdiri sebuah masjid yang dibangun oleh beliau. Masjid itu bernama Masjid Al Riyadh. Dan dibelakang masjid berdiri sebuah pondok atau lebih dikenal oleh masyarakat disini dengan sebutan “ribath”. Ribath adalah tempat para santri menimba ilmu. Ribath yang didirikan oleh beliau ini adalah ribath pertama kali yang didirikan di Hadhramaut. Sebelum adanya ribath, para santri yang belajar ditempatkan di zawiyah. Zawiyah menurut menurut istilah orang sini, adalah ruangan kecil yang dibangun disebelah masjid, atau diatasnya. Biasanya, zawiyah digunakan untuk tempat penyimpanan barang-barang perabotan masjid. Disamping digunakan untuk tempat penyimpanan, zawiyah difungsikan juga sebagai sarana tempat belajar dan mengajar ilmu agama. Seiring berjalannya waktu, banyak santri berdatangan dari luar daerah yang ingin berguru kepada beliau. Karena luas bidang zawiyah yang terbatas, dan jumlah santri yang terus bertambah, akhirnya dibangunlah sebuah tempat tinggal yang disitu menampung banyak santri dari luar daerah, yang kemudian disebut dengan Ribath. Ribath yang beliau bangun ini berdampingan dengan bangunan masjid.

Saat ini, bangunan ribath yang terlihat ini sangatlah unik. Atapnya, dibangun berbagai macam bentuk kubah. Kolaborasi gaya arsitektur Islam mewarnai bangunan ribath. Mulai dari kubah khadhra di masjid nabawiy, kubah shakhra di baitul maqdis, sampai kubah klasik masjid Al Azhar di Kairo. Setiap tahunnya, diadakan sebuah peringatan haul dan khataman yang diisi dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari pembacaan maulid nabi “Simtud Dhurar”, ijazahan ilmu qiroat dan hadist dari para habaib, ulama dan masyayikh dan mau’idhoh hasanah.

Jam sudah menunjuk pukul siang, saatnya kami bergegas kembali ke tempat pemberhentian bus untuk makan siang dan istirahat. Demikianlah, sedikit dari kisah pengalaman dalam perjalanan wisata religi kami di bumi Hadhramaut ini. Sebenarnya, masih dan masih banyak lagi tempat-tempat bersejarah yang selalu saja menyibakkan aroma nafas rohani di hati para pengunjungnya. Semoga dengan membaca biografi para wali dan orang-orang saleh, kita juga ikut bersama-sama mereka dalam memperjuangkan agama dan syariat. Dan yang terpenting dari itu semua, kita mampu meneladani akhlak perbuatan mereka dalam ranah kehidupan sehari-hari. Sehingga kelak di akhirat nanti, kita juga ikut berkumpul bersama mereka dibawah panji rasul Muhammad Saw. Tulisan ini kami akhiri dengan mengutip perkataan Imam As Syafi’i: 
لعلّي أن أنال بهـم شفاعـة أحب الصالحين ولست منهم
“Aku sangat mencintai orang-orang saleh meski aku bukan termasuk dari golongan mereka. Mungkin saja (dengan aku mencintai mereka), aku bisa mendapatkan pertolongan mereka (syafa’at) nanti”. -Wallahu A’lam- 

 
;